Rabu, 21 November 2012

MAKNA KONOTATIF



Nama : wanda maulina ariani
NPM  : 21207153 (mengulang)
Kelas  : 3EB19




Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai “nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi, tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Positif dan negatifnya nilai rasa sebuah kata seringkali juga terjadi sebagai akibat digunakannya referen kata itu sebagai sebuah perlambang. Jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang positif maka akan bernilai rasa yang positif; dan jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang negatif maka akan bernilai rasa negatif. Misalnya, burung garuda karena dijadikan lambang negara republik Indonesia maka menjadi bernilai rasa positif sedangkan makna konotasi yang bernilai rasa negatif seperti buaya yang dijadikan lambang kejahatan. Padahal binatang buaya itu sendiri tidak tahu menahu kalau dunia manusia Indonesia menjadikan mereka lambang yang tidak baik.

Makna konotasi sebuah kata dapat berbeda dari satu kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat yang lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma-norma penilaian kelompok masyarakat tersebut. Misalnya kata babi, di daerah-daerah yang penduduknya mayoritas beragama islam, memiliki konotasi negatif karena binatang tersebut menurut hukum islam adalah haram dan najis. Sedangkan di daerah-daerah yang penduduknya mayoritas bukan islam seperti di pulau Bali atau pedalama Irian Jaya, kata babi tidak berkonotasi negatif.

Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti “cerewet” tetapi sekarang konotasinya positif. Sebaliknya kata perempuan dulu sebelum zaman Jepang berkonotasi netral, tetapi kini berkonotasi negatif.
Makna Konotasi tidak diketahui oleh semua orang atau dalam artian hanya digunakan oleh suatu komunitas tertentu. Misalnya Frase jam tangan.
(dikondisikan) Pak Slesh adalah seorang pegawai kantoran yang sangat tekun dan berdedikasi. Ia selalu disiplin dalam mengerjakan sesuatu. Pada saat rapat kerja, salah satu kolega yang hadir melihat kinerja beliau dan kemudian berkata kepada sesama kolega yang lain "Jam tangan pak Slesh bagus yah". 
Dalam ilustrasi diatas, frase jam tangan memiliki makna konotasi yang berarti sebenarnyadisiplin. Namun makna ini hanya diketahui oleh orang-orang yang bekerja di kantoran atau semacamnya yang berpacu dengan waktu. Dalam contoh diatas, Jam Tangan memiliki Makna Konotasi Positif karena sifatnya memuji.
 Makna konotasi dibagi menjadi 2 yaitu :
1.Konotasi positif  merupakan kata yang memiliki makna yang dirasakan baik dan lebih sopan.
2.Konotasi negatif merupakan kata yang bermakna kasar atau tidak sopan.

MAKNA DENOTATIF

Nama : wanda maulina ariani
NPM  :21207153 (mengulang)
Kelas  : 3EB19

             Makna denotatif lazim disebut 1) makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan hasil observasi (pengamatan) menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman yang berhubungan dengan informasi (data) faktual dan objektif. 2) makna sebenarnya, umpamanya, kata kursi yaitu tempat duduk yang berkaki empat (makna sebenarnya). 3) makna lugas yaitu makna apa adanya, lugu, polos, makna sebenarnya, bukan makna kias.
            Sebuah kata dapat merosot nilai rasanya karena penggunaannya tidak sesuai dengan makna denotatifnya. Umpamanya, kata kebijaksa-naan yang bermakna kelakukan dan tindakan arif dalam menghadapi suatu masalah, menjadi negatif konotasinya akibat kasus-kasus tertentu, misalnya :
  1. Pengemudi kendaraan bermotor ditilang karena melanggar peraturan lalu lintas minta kebijaksanaan kepada petugas agar tidak diperkarakan (damai di tempat)
  2. Orang tua murid yang anaknya tidak naik kelas mohon kebijaksanaan kepada kepala sekolah agar bersedia menolong anaknya (menaikkan kelas)
  3. Untuk mengurus surat-surat di kantor pemerintah sering kali kita pun diminta memberi kebijaksanaan oleh sang patugas agar urusan tidak terlambat (memberi uang suap)

PENALARAN DEDUKTIF

Deduktif adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Jenis-jenis Penalaran Deduktif 
1.Silogisme
Silogisme merupakan proses penalaran di mana dari dua proposisi (sebagai premis) ditarik suatu proposisi baru (berupa konklusi).
 Bentuk silogisme
1.       Silogisme kategoris: terdiri dari proposisi-proposisi kategoris. 
2.       Silogisme hipotesis: salah satu proposisinya berupa proposisi hipotesis.


Misalnya:
Premis 1 : Bila hujan, maka jalanan basah
Premis2: Sekarang hujan
Konklusi : Maka jalanan basah.
Bandingkan dengan jalan pikiran berikut:
Premis 1 : Bila hujan, maka jalanan basah
Premis2: Sekarang jalanan basah
Konklusi : Maka hujan.
2.Silogisme Standar
 Silogisme kategoris standar = proses logis yang terdiri dari tiga proposisi kategoris.
Proposisi 1 dan 2 adalah premis Proposisi 3 adalah konklusi


Contoh:
Semua pahlawan adalah orang berjasa Kartini adalah pahlawan
Jadi: Kartini adalah orang berjasa´
Hukum-hukum Silogisme


 a. Prinsip-prinsip Silogisme kategoris mengenai term:


1. Jumlah term tidak boleh kurang atau lebih dari tiga
2.Term menengah tidak boleh terdapat dalam kesimpulan
3.Term subyek dan term predikat dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas daripada dalam premis.
4.Luas term menengah sekurang-kurangnya satu kali universal.
b. Prinsip-prinsip silogisme kategoris mengenai proposisi.


1.Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan harus afirmatif juga.
2.Kedua premis tidak boleh sama-sama negatif
3. Jika salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga (mengikuti proposisi yangpaling lemah)
4.Salah satu premis harus universal, tidak boleh keduanya pertikular.
Bentuk Silogisme Menyimpang
 Dalam praktek penalaran tidak semua silogisme menggunakan bentuk standar, bahkan lebih banyak menggunakan bentuk yang menyimpang. Bentuk penyimpangan ini ada bermacam-macam. Dalam logika, bentuk-bentuk menyimpang itu harus dikembalikan dalam bentuk standar.
Macam-macam Silogisme :


1.Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial disusun berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor,sedangkan premis yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.


Contoh :
Premis Mayor : Tidak ada manusia yang kekal
Premis Minor  : Socrates adalah manusia
Kesimpulan     : Socrates tidak kekal
2.Silogisme Hipotesis
Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis. Contoh :
Premis Mayor : Jika tidak ada air, manusia akan kehausan.
Premis Minor : Air tidak ada.
Kesimpulan : Manusia akan kehausan.
3.Silogisme Alternatif
Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh :
Premis Mayor : Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
Premis Minor : Nenek Sumi berada di Bandung.
Kesimpulan    : Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.
Entimem
Entimem atau Enthymeme berasal dari bahasa Yunani en´ artinya di dalam dan thymos´ artinya pikiran adalah sejenis silogisme yang tidak lengkap, tidak untuk menghasilkan pembuktian ilmiah, tetapi untuk menimbulkan Menurut Aristoteles yang ditulis dalam Retorika, sebuah "retorik silogisme" adalah bertujuan untuk pembujukan yang berdasarkan kemungkinan komunikan berpendapat sedangkan teknik bertujuan untuk pada demonstrasi.


Contoh :
Rumus Entimem
PU : Semua A = B : Pegawai yang baik tidak pernah datang terlambat.
PK : Nyoman pegawai yang baik.
S : Nyoman tidak pernah datang terlambat
Entimem : Nyoman tidak pernah datang terlambat karena ia pegawai yang baik

TUGAS 1 bahasa indonesia #softskill



TUGAS 1 bahasa indonesia #softskill
Nama : Wanda Maulina Ariani
Npm : 21207153 (mengulang)
Kelas : 3EB19
topik pmbahasan : karangan ilmiah dan contohnya

Karangan ilmiah dan contohnya
Karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Karya ilmiah dapat juga berarti tulisan yang didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan.

Ciri Karya Ilmiah
Secara ringkas, ciri-ciri karya ilmiah dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Objektif.
2. Netral. 
3. Sistematis. 
4. Logis. 
5. Menyajikan Fakta (bukan emosi atau perasaan)..
6.  Tidak Pleonastis
7.  Bahasa yang digunakan adalah ragam formal. 










KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Karya ilmiah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang, bahaya merokok. yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Karya ilmiah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Karya ilmiah  ini memuat tentang “Bahaya Merokok” yang sangat berbahaya bagi kesehatan seseorang. Walaupun karya ilmiah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen bahasa Indonesia, yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara kami menyusun karya tulis ilmiah.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun karya ilmiah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.




BAB I
PENDAHULUAN

I.          Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial (TP-KJM, 2002). Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bias dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi.
Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa. Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan
keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka. Untuk dapat memahami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi dimensi tersebut.


II.        Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut :
Untuk menggambarkan sejauh mana dampak dan bahaya merokok.

III.       TUJUAN
Supaya pembaca lebih mengerti tentang bahaya merokok
Supaya pembaca menyadari bahwa merokok memiliki dampak yang buruk terhadap  tubuh manusia









BAB II
PEMBAHASAN
REMAJA DAN ROKOK

Di masa modern ini, merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat tidak asing. Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun dilain pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi si perokok sendiri maupun orang – orang disekitarnya. Berbagai kandungan zat yang terdapat di dalam rokok memberikan dampak negatif bagi tubuh penghisapnya. Beberapa motivasi yang melatarbelakangi seseorang merokok adalah untuk mendapat pengakuan (anticipatory beliefs), untuk menghilangkan kekecewaan ( reliefing beliefs), dan menganggap perbuatannya tersebut tidak melanggar norma ( permissive beliefs/ fasilitative) (Joewana, 2004). Hal ini sejalan dengan kegiatan merokok yang dilakukan oleh remaja yang biasanya dilakukan didepan orang lain, terutama dilakukan di depan kelompoknya karena mereka sangat tertarik kepada
kelompok sebayanya atau dengan kata lain terikat dengan kelompoknya.

Penyebab Remaja Merokok antara lain:
1. Pengaruh 0rangtua
Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer & Corado dalam Atkinson, Pengantar psikologi, 1999:294).
2. Pengaruh teman.
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tadi terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan temanteman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang- kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok.(AlBachri,1991)
3. Faktor Kepribadian.
Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi penggunadibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah (Atkinson, 1999).
4.         Pengaruh Iklan.
             Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut. (Mari Juniarti, Buletin RSKO, tahun IX,1991).
Merokok pada umumnya sangat berbahaya pada diri kita maupun diri orang lain disekitar kita. Dalam rokok banyak mengandung Nikotin yang dapat merusak organ tubuh manusia, daintaranya yaitu Kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin.
BAB III
PENUTUP
I.          Kesimpulan
Pencegahan harus lebih diutamakan dari pada pengobatan. Jangan sekali kali mencoba untuk merokok karena hampir dari semua yang terjerumus berawal dari coba coba. Pikirkan bentuk pergaulan. Pencegahan lebih baik dari pada pengobatan.

II.        Saran
Menekan pada pencegahan maka perlu dipikirkan upaya-upaya yang lebih sungguh-sungguh dan terpadu : di sekolah, di rumah dan melibatkan pihak pihak lain.












DAFTAR PUSTAKA

Atkinson (1999). Pengantar Psikologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat (2001). Buku Pedoman Umum Tim
Pembina, Tim Pengarah & Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa. Direproduksi oleh
Proyek Peningkatan Kesehatan Khusus APBD 2002.
Hurlock, E.B (1998). Perkembangan Anak. Alih bahasa oleh Soedjarmo &
Istiwidayanti. Jakarta: Erlangga.